PTA SEMARANG GELAR SOSIALISASI PERMA NO.3 TAHUN 2017
Pekalongan,2/2/2018.
Perma yang ditandatangani Ketua MA tanggal 11 Juli 2017, pertama kalinya disosialisasikan di hadapan para hakim dan panitera PA se-Korwil Pekalongan. “Kegiatan ini merupakan program awal tahun 2018 PTA Jateng untuk seluruh jajaran hakim. Di Korwil Pekalongan diikuti oleh 83 orang hakim dan panitera ”, ujar Ketua Korwil Pekalongan yang juga KPA Pemalang Kelas IA, Abdul Ghofur mewakili penyelenggara. Sosialisasi dilakukan sehari penuh pada Jum’at 2/2/2018 di Sahid Mandarin Hotel Pekalongan.
“Perlindungan hukum terhadap warga Negara dari segala tindakan diskriminasi merupakan implementasi dari hak konstitusional sebagaimana tertuang dalam UUD 1945. Indonesia sendiri telah meratifikasi Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (International Covenant on Civil and Political Rights /ICCPR) dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant on Civil and Political Rights”, ungkap WKPTA Semarang Dr.HA.Choiri,SH,MH saat membuka acara. “UU tersebut menegaskan bahwa semua orang adalah sama di hadapan hukum. Peraturan perundang-undangan melarang diskriminasi serta menjamin perlindungan yang setara bagi semua orang dari diskriminasi berdasarkan alasan apapun, termasuk jenis kelamin atau gender. Untuk itulah diterbitkan Perma Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan dengan Hukum”, lanjutnya.
Dr.HA.Choiri,SH,MH yang bertindak sebagai nara sumber, didampingi WKPA Pekalongan Kelas IA, Dr.Drs.Muhlas,SH,MH, menuturkan bahwa berdasarkan penelitian terhadap putusan-putusan perceraian, belum banyak yang memberikan perlindungan hukum kepada perempuan. “Baik putusan cerai talak maupun cerai gugat, perlindungan hukum terhadap perempuan belum banyak dilakukan. Oleh karena itu dengan terbitnya Perma 3/ 2017, hakim harus memenuhi amanat Perma tersebut,” tandasnya.
Lebih lanjut WKPTA Semarang menegaskan bahwa ke depan PTA akan mengadakan monitoring, sejauhmana hakim-hakim mematuhi dan menerapkan Perma 3/2017. “Hal ini penting dilakukan, agar nilai keadilan dan kepastian hukum putusan, betul-betul dirasakan oleh kaum perempuan,” imbuhnya.
Pada sesi tanya jawab dan diskusi, para peserta banyak yang antusias menyampaikan pertanyaan dan pendapatnya. Salah satu yang mendapat sorotan penanya adalah bagaimana jika putusan verstek, apakah dalam diktumnya tetap memuat pembebanan kepada suami untuk memenuhi kewajibannya sebagai akibat terjadinya perceraian, baik cerai talak maupun cerai gugat. Menurut nara sumber, putusan verstek tidak menghalangi ditunaikannya kewajiban seorang suami kepada mantan isteri. “Bahkan dalam cerai gugat pun, suami dapat dibebani memberikan mut’ah dan nafkah iddah”, terangnya.
Sebelum menutup acara, KPTA Semarang Dr.H.Bahruddin Muhammad,SH,MH berkenan memberikan pembinaan. (gfr)